Sabtu, 28 Juni 2014

Mendaki Gunung

Berbicara hobi, banyak orang-orang yang tidak mengerti dan heran dengan hobi saya yang satu ini. “Ko’ naik gunung?, naik gunung kan cape”, ”Naik gunung kan harus hujan-hujanan, panas-panasan”, “Naik gunung itu bahaya”, “Di gunung kan gak ada listrik”. Ungkapan-ungkapan seperti itu sering saya dengar baik dari kawan-kawan dekat atau orang-orang yang ngobrol dengan saya.

Naik gunung cape; memang, tapi bukan hanya cape, dibalik lelah perjalanan mendaki gunung, ada pelajaran yang  saya dapat, belajar tidak mudah menyerah, bahwa untuk mencapai sesuatu yang diharapkan perlu perjuangan yang sungguh-sungguh.

Naik gunung itu harus hujan-hujanan dan panas-panasan; untuk melihat pelangi harus ada hujan dan sinar matahari, kan? Dan saya hanya mencoba untuk merasakan “pelangi itu dari dekat”.

Naik gunung bahaya; sangat bahaya, dan itu mengajarkan saya agar selalu waspada, konsentrasi dan fokus bahwa bahaya ada sangat dekat di sekitar kita, pun dalam kehidupan sehari-hari.

Di gunung gak ada listrik; iya, apalagi wifi untuk koneksi ke dunia daring, tapi biar bagaimanapun, saya menemukan koneksi yang lebih baik, koneksi dengan alam. Belaian angin di sore di Plawangan Sembalun atau embun pagi di Alun-alun Surya Kencana atau dinginnya kabut di Ranu Kumbolo, membuat saya merasa lebih hidup.

Danau Segara Anak, dilihat dari Plawangan Sembalun, Gn. Rinjani

Alun-alun Surya Kencana, Gn. Gede

Ranu Kumbolo, Gn. Semeru

Lebih dari itu, mendaki gunung itu telah mengajarkan saya untuk menjadi rendah diri, untuk tidak sombong, untuk saling berbagi, untuk berjuang, untuk mengerti bahwa di dunia ini kita manusia hadir untuk menjaga bumi tetap baik, untuk mengajarkan bahwa perbedaan bukanlah hal yang harus dipermasalahkan, untuk tahu bahwa kita hanya titik kecil di dunia yang amat luas ini.

“Mendaki gunung itu berjuang.”
“Mendaki gunung itu persahabatan.”
“Mendaki gunung itu intorspeksi diri.”
“Mendaki gunung itu mengalahkan ego diri.”
“Mendaki gunung itu berbagi.”
“Mendaki gunung itu bersyukur kepada Sang Pencipta.”

Karena mendaki gunung adalah mendaki gunung. Dari itu saya belajar tentang hidup yang sebenarnya, bahwa hidup adalah “mendaki gunung”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar